Thursday, January 3, 2013

Ekonomi Syariah di Indonesia



            Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistem ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam etika dan moral.
            Ketua Dewan Pakar Ekonomi Syariah Indonesia, Aries Mufti menilai pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia merupakan yang terbaik di dunia.
            Menurut Aries, posisi Indonesia sebagai negara pengembang ekonomi syariah hanya kalah oleh Iran."Sebelumnya Indonesia ada di peringkat kelima. Sekarang di peringkat kedua," kata Aries di Jakarta, Selasa 4 September 2012.
            Pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia, jelas dia, mencapai 39 persen setiap tahunnya. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi konvensional yang hanya sebesar 19 persen. "Tapi karena yang konvensional sudah lebih dulu tumbuh, jadi nilainya masih lebih besar yang konvensional," katanya.
            Indonesia disebutnya telah menjadi negara dengan Islamic Micro Finance terbesar di dunia. Alasannya, Indonesia sudah memiliki 22 ribu gerai koperasi syariah dan Balai Mandiri Terpadu. "Kalau dari sisi finance itu tidak ada negara lain yang mengalahkan kita," ujar Aries.
            Adapun dalam sisi mode dan fesyen, Aries mengatakan sektor tersebut sudah menyumbang pemasukan hingga Rp 72 triliun bagi perekonomian Indonesia 2011. Menurut Aries, para pelaku mode dan fesyen di Paris menyatakan ketertariknya untuk menjadi pusat mode untuk busana muslim. "Kalau Paris sudah mencanangkan itu berarti kan potensi besar sekali," ujar Aries.
            Hingga saat ini, Aries mengatakan setidaknya sekolah desain ternama asal Yunani, Telestia, ingin mengembangkan mode Islami di Indonesia. "Itu membuktikan pasar Islami kita memang sangat potensial," katanya.
            Pascakrisis ekonomi 1998 lalu, Areis mengatakan banyak negara maju yang mulai menggarap pasar ekonomi syariah. Hal itu membuat banyak negara-negara yang saat ini sudah mulai menggarap ekonomi syariah untuk mencegah adanya bubble economic di negara mereka. "Karena itu Indonesia harusnya bisa mengembangkan ekonomi syariah ini, apalagi diramalkan penduduk Indonesia mencapai 400 juta tahun 2035 mendatang yang sebagian besar kelas menengah yang potensial," katanya.
            Mengapa ekonomi syariah penting untuk masyarakat Indonesia? Ekonomi barat hanya memfokuskan diri pada pengamatan atau observasi semata dengan menghilangkan faktor-faktor lainnya. Misalnya, hanya dengan mengamati dua variable, seseorang dapat mengambil suatu kesimpulan dan mendasarkan kebijakan yang harus diambil menurut kesimpulan itu. Dalam Export Led Growth Hypothesis (ELGH), hanya dengan mengamati dua variable (pertumbuhan ekspor dan pertumbuhan GDP), banyak ekonom yang kemudian mengambil kebijakan yang berkaitan dengan ekspor. Jika disimpulkan bahwa Export leads to Growth (ELG), maka kebijakan yang diambil adalah terlebih dahulu meningkatkan pertumbuhan ekspor baru pertumbuhan ekonomi akan dicapai. Ini merupakan pandangan Neoclassical. Jika disimpulkan bahwa Growth leads to Export (GLE), maka kebijakan yang diambil adalah terlebih dahulu meningkatkan pertumbuhan ekonomi baru pertumbuhan ekspor akan dicapai.
Pada kenyataannya, kesimpulan yang diambil oleh ekonom berbeda-beda bergantung pada asumsi yang digunakannya meskipun menggunakan data yang sama dari variable yang sama. Portugal misalnya, menurut Oxley’s (1993), dengan menggunakan data tahunan pada variable real export dan real GDP dari tahun 1865 hingga 1991, disimpulkan ELG dengan menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) dengan asumsi ‘deterministic trend’. Tetapi, dengan mengubah sedikit asumsinya masih dalam data yang sama dan metode VECM yang sama, hanya saja asumsinya diubah menjadi ‘no deterministic trend’, maka kesimpulannya berubah menjadi bidirectional causality yang artinya, ELG dan GLE terjadi. Kalau sudah begini, kita dapat mengambil kebijakan apapun, hanya dengan mengubah asumsi-asumsi model diatas. 
Ekonomi Barat tidak cocok dengan Budaya kita
Budaya kita masih mempercayai agama sebagai tuntunan hidup. Setidaknya ada empat alasan yang dapat menerangkan ini. Pertama, Teori ekonominya berdasar sejarah dan fakta masyarakat saat itu, misalnya saja teori Hutcheson yang menyatakan bahwa Pendapatan = Konsumsi + tabungan. Tidak ada yang salah dalam teori tersebut, karena perilaku masyarakat Inggris saat itu memang demikian. Yang salah adalah, kenapa tidak ada cara lain untuk merumuskan teori itu misalnya, Pendapatan = konsumsi + tabungan + zakat + infaq?
Kedua, Ekonomi Barat terlalu menyederhanakan masalah. Terlalu banyak variabel yang diabaikan dan dimasukkan dalam asumsi ceteris paribus, artinya dianggap tetap dan tidak berubah. Mereka pun terkadang salah kaprah dalam menggunakan matematika, padahal terkadang matematika tidak dapat menjelaskan keseluruhan faktor yang melandasi terjadinya sebuah fenomena. Contohnya adalah fungsi kepuasan (utility function), di mana penggunaan matematika ternyata belum mampu menerangkan secara utuh keseluruhan faktor yang menjelaskan tingkat kepuasan masyarakat.
Ketiga, manusia seperti partikel dan hanya menuruti satu hukum, yaitu mementingkan diri sendiri (selfish). Ini tidak benar. Mari kita lihat ultimatum game yang dijelaskan melalui eksperimen. Dari ultimatum game, dapat dijelaskan bahwa manusia itu tidak selfish. Manusia memiliki motivasi lain dalam perilaku ekonomi seperti keinginan berkorban, mencintai, dan keinginan menolong.
Keempat, ekonomi Barat menganut falsafah bebas nilai (positivism). Agama mengatur nilai-nilai (baik-buruk, halal-haram). Barat tidak memiliki pilihan karena mereka tidak punya wahyu. Sementara bagi kita, kita tidak bisa menjalankan ekonomi tanpa nilai-nilai. Terbukti salah satu penyebab utama terjadinya krisis global saat ini adalah akibat tidak adanya peran etika dan moralitas dalam ekonomi.
Melihat dua argumen utama diatas, yaitu ekonomi barat berlandaskan pada model-model yang salah dan Ekonomi Barat tidak cocok dengan kita yang masih mempercayai agama sebagai tuntunan hidup, maka di sinilah momentum ekonomi syariah untuk memberi solusi permasalahan ekonomi bangsa. Salah satu ciri dari ekonomi syariah yaitu berdasarkan azas kemurahan hati di mana ditunjukkan dengan konsep saling menolong satu sama lain. Dengan dasar ini, musuh utama ekonomi yaitu kemiskinan akan dapat terselesaikan. Bersamaan dengan itu, nilai-nilai moral bangsa akan dapat dibangun dengan menghilangkan berbagai perilaku selfish (egois, mementingkan diri sendiri) seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.

No comments:

Post a Comment