Kisah yang sangat indah, kisah dimana
2 (dua) sepasang anak manusia yang telah dipertemukan di muka bumi ini.
Memaknai arti hidup, perjuangan, kerja keras, dan kesabaran 2 (dua) sosok
manusia yang dipertautkan oleh perasaan yang abadi dalam bingkai kebersamaan.
Sering
kita bertanya dalam hidup ini, apakah Cinta itu?
Berbagai
macam penafsiran pun bermunculan, baik dari seorang seniman, kritikus,
sastrawan, bahkan hingga pelajar sekolah dasar yang notabene “anak ingusan”.
Cinta seakan konsumsi bagi semua golongan, tergantung relatifitas sang penafsir
memaknai dan menjelaskan tentang substansi daripada Cinta itu sendiri.
Untuk
tulisan kali ini lebih kepada substansi Cinta dari 2 (dua) anak manusia yang
mengikatkan dirinya pada sebuah perjanjian suci akan nilai dari sebuah ikatan
Cinta. Seorang Teknokrat ahli dalam bidang pesawat terbang (Habibie) dan
seorang Dokter ahli dalam penyakit anak (Ainun) yang menjelaskan kepada kita
tentang kisah Cinta suci, abadi dan tak lekang oleh zaman.
Cerita
berawal ketika Habibie balik dari Jerman ke Indonesia, yang pada kesempatan itu
juga Fanny (adik Habibie) mengajaknya kerumah teman lamanya semasa sekolah
dahulu, yakni ke rumah Ainun. Sebenarnya hal itu mengingatkan Habibie ketika
sekolah dulu, dimana Habibie pernah menghampiri Ainun saat bersama
teman-temannya yang sedang sarapan dan mengatakan kepada Ainun bahwa “Mengapa
kamu begitu hitam dan gemuk?”. Seketika itu pula Ainun merasa kaget, namun
Ainun dan teman-temannya hanya tersenyum dan menggelengkan kepala saja. Awal
kunjungan itu mempertemukan 2 (dua) sepasang mata yang saling menatap satu sama
lain dan sebuah senyuman dari Ainun yang tidak akan pernah dilupakan oleh
Habibie, dan pertemuan ini merupakan pertemuan yang pertama sejak mereka lulus
di bangku sekolah dahulu.
Singkat
cerita, akhirnya 2 (dua) anak manusia ini sering bertemu hingga keduanya
memberanikan diri untuk maju dan mengikrarkan Cinta suci mereka. Kedua Keluarga
Habibie dan Ainun larut dalam suka cita yang begitu dalam, hingga kedua
Keluarga tersebut mesti mulai belajar meretas kerinduan dengan melepaskan kedua
pasangan ini ke Jerman. Ainun sendiri mesti mengorbankan pekerjaan medis yang
selama ini digelutinya di RS UI dan ikut menemani Habibie untuk merajut mimpi
dan cita bersama bagi keluarga kecilnya dan untuk Bangsa dan Negaranya kelak.
Satu hal yang tak pernah disesali Ainun ketika itu, karena baginya kewajiban
istri mengurusi segala keperluan suaminya.
Di
awal pertama kehidupan Habibie dan Ainun di Jerman sangat serba berkecukupan,
terkadang Habibie mesti lembur hingga larut malam untuk menambah
penghasilannya. Ainun pun mulai belajar berhemat dan sesekali membuat baju
ganti bagi suami dan dirinya sendiri untuk mengurangi beban hidup. Terkadang
pula Habibie mesti berjalan kaki ketimbang naik bus untuk menghemat biaya
transportasi, dan itu dilakukannya bukan hanya sekali dua kali, terkadang
berjalan di tengah timbunan salju yang menutupi jalan hingga sepatu yang
digunakannya kerapkali robek dan diperbaiki oleh Ainun.
Habibie
yang sering pulang larut malam dikarenakan mesti lembur untuk mencukupi
penghasilan rumah tangganya (terutama untuk biaya asuransi Ainun di Jerman).
Hal itu tidaklah membuat Habibie letih dan berkeluh kesah apalagi menyerah akan
cobaan yang dihadapinya, ia malah tambah bersemangat ketika Habibie pulang
kerumah dan disambut sebuah senyuman oleh Ainun, bagi Habibie sendiri senyuman
itulah yang terkadang membuatnya tenang, tegar, dan damai dalam mengahadapi
hidup ini. Ditambah lagi Ainun tak pernah sedikitpun merasa curiga terhadap
suaminya, karena komunikasi dan kepercayaan memang mereka bangun dari awal
serta keterbukaan dalam mengambil sebuah pilihan.
Seiring
berjalannya waktu, kehidupan mereka mulai membaik. Habibie dan Ainun dikaruniai
2 (dua) orang putra bernama Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Prestasi Habibie mulai diperhitungkan di dunia penerbangan khususnya di Jerman,
hingga akhirnya tersiar ke penjuru bumi ini. Banyak negara mulai mengajukan
tawaran kerjasama untuk menggunakan ide dan konsepnya, tak terkecuali Indonesia
pada saat itu dipimpin oleh Soeharto menginginkan Habibie segera pulang kampung
dan memperbaiki negaranya. Melalui Direktur PT. Pertamina DR. Ibnu Sutowo,
Habibie diajak untuk kembali dan memberikan sebuah karya bagi Bangsanya. Hingga
pada tahun 1974 Habibie kembali dari rantauannya
di Jerman, dan menepati janjinya kepada Presiden Soeharto untuk kembali dan
berkarya bagi Bangsa dan Negaranya. Pada tahun 1995 Habibie dan para teknokrat
muda yang ikut membantu Habibie pada waktu itu berhasil menghadirkan teknologi
canggih pesawat terbang di ulang tahun ke-50 HUT Republik Indonesia dengan nama
N250-Gatotkaca.
Ditahun
2010, 12 tahun pasca reformasi dan lengsernya Presiden Soeharto kala itu dan
digantikan oleh wakilnya yakni Habibie sendiri. Tak lama berselang Habibie pun
juga mesti beranjak dari kursi kekuasaannya dan digantikan oleh Gusdur.
Masa-masa
kebersamaan Habibie dan Ainun semakin lekat, namun pada akhirnya mesti
dipisahkan oleh sebuah ketetapan alam. Hingga akhirnya tepat pada pukul 17.30
waktu Muenchen tanggal 22 Mei 2010, hari itu menandai 48 tahun 10 hari waktu
yang telah mereka lalui bersama dengan suka cita bersama. Setelah melewati
proses penyembuhan dan operasi yang terus berulang selama tahun 2010, roh Ainun
akhirnya dipanggil oleh Sang Pencipta dan berpulang ke Rahmatullah serta
meninggalkan jasadnya dipelukan dan kucuran air mata yang tak tertahankan dari
pasangan hidupnya. Sang teknokrat itupun merasa kehilangan separuh jiwanya,
yang meninggalkan dirinya ke tempat dimensi yang lain. Bagi Habibie cintanya
kepada Ainun adalah Manunggal, dipatri oleh cinta yang murni, suci, sempurna
dan abadi.
… kami berdua suami-isteri dapat
menghayati pikiran dan perasaan
masing-masing tanpa bicara. Malah
antara kami berdua terbentuk
komunikasi tanpa bicara, semacam
telepati…
… saya bahagia malam-malam hari
berdua di kamar: dia sibuk diantara
Kertas-kertasnya yang berserakan di
tempat tidur, saya menjahit, membaca
Atau berbuat yang lainnya. Saya
terharu melihat ia pun banyak membantu
Tanpa diminta: mencuci piring,
mencuci popok bayi yang ada isinya…
(Hasri Ainun Habibie)
… terimakasih Allah, Engkau telah
menjadikan Ainun dan Saya
Manunggal Jiwa, Roh, Bathin, dan Hati
Nurani kami melekat pada Diri Kami
Sepanjang masa dimanapun Kami berada…
(Doa B.J. Habibie)
Dari
kisah inilah kita mampu memetik sebuah hikmah akan makna hidup dan perjalanan
Cinta yang seutuhnya yang dilalui oleh Habibie dan Ainun, kita betul-betul
dibuat terlena oleh bahasa yang sangat sederhana dari Pak Habibie. Bagaimana
mereka berdua mengajarkan kita arti kebersamaan, kerja keras, kesabaran dan
pengabdian. Oleh karenanya, bagi para pemuda yang cepat rapuh atau galau
istilahnya dewasa ini, patut untuk membaca kisah lengkapnya. Biar kawan-kawan
semuanya tercerahkan akan arti Cinta yang sesungguhnya, silahkan baca di Buku
Habibie & Ainun
No comments:
Post a Comment