Indonesia menggunakan system perekonomian kerakyatan, jadi
semua kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak diatur
dan dikendalikan oleh pemerintah. Semua hal yang berhubungan dengan kebijakan
dan kelangsungan hidup masyarakat Indonesia diatur oleh kebijakan – kebijakan
dan peraturan pemerintah.
Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan diawali padatahun 1997
dimana pada masa itulah terjadi krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia
hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun
sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif juga
mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, yang menambah kesulitan dinegeri
ini.
Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak
pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan
kondisi ekonomi dimasa mendatang.
Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan
meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan
semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada
tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar
negeri.
Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar
telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini didalam pemberantasan terorisme,
serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi
menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama
bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang
berlangsung dengan baik pada negaranya.
Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup
signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi
cukup dipertimbangkan oleh perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan
diundangnya Indonesia ke pertemuan kelompok 8-plus (G8plus) di Kyoto Jepang
pada bulan Juli 2008 bersama beberapa negara yang disebut BRIICS (Brasil,
Rusia, India, Indonesia dan South Africa).
Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,
bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di atas angka 5.000 triliun
Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini cukup mendukung
estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah satu raksasa
ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak hambatan
yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana, misalnya;
kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan
listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya inflasi yang
disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh 11,,%), belum
optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia, belum optimalnya peranan APBN sebagai
stimulus ekonomi (belum ekspansif).
A. Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia.
Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan
fokus program ekonomi 2008-2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008
yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target Pemerintah yang
dapat dikelompokkan ke dalam 8 bidang yaitu: (i) investasi, (ii) ekonomi makro
dan keuangan, (iii) ketahanan energi, (iv) sumber daya alam, lingkungan dan
pertanian, (v) pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), (vi)
pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN, (vii) infrastruktur, dan (viii)
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
Dari sekian banyak masalah perekonomian yang dapat mewujudkan target pemerintah
diatas dapat dikelompokan menjadi masalah yang paling pokok karena dampaknya
yang meluas yaitu tentang permasalahan Ketenagakerjaan yang melingkupi
tingginya jumlah Pengangguran dan tingginya tingkat Inflasi yang terjadi di
Indonesia merupakan hal yang mendasari semua permasalahan – permasalahan social
di Indonesia.
1. Masalah Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah berakar yang terjadi di Indonesia, karena
permasalahan ini kehidupan social dan keamanan serta sector lain ikut terganggu.
Setiap tahun lahir manusia – manusia baru dengan kecerdasan ilmu pengetahuan
yang berbeda – beda, mulai dari lulusan perguruan tinggi hingga yang putus
sekolah.
Kian hari bermunculan jumlah angkatan kerja yang sebagian siap berkompetisi
dilingkungan kerja dan sebagian lagi kurang terampil dalam berkompetisi, jumlah
angkatan kerja yang begitu banyak ternyata tidak diimbangi dengan pertumbuhan
lapangan pekerjaan yang meningkat. Alhasil ada angkatan kerja yang tidak
tertampung dalam lapangan kerja yang ketersediaannya cukup terbatas. Sebab
itulah timbul pengangguran.
Masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama yang
sampai saat ini belum bisa diatasi. Sampai tahun 2008, tingkat pengangguran
terbuka masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan kerja berada pada
kisaran 9 juta orang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa terjadi perubahan patern
perekonomian paska krisis dari usaha yang padat karya ke usaha yang lebih padat
modal. Akibatnya pertumbuhan tenaga kerja yang ada sejak tahun 1998 s/d 2004
terakumulasi dalam meningkatnya angka pengangguran. Dilain sisi, pertumbuhan
tingkat tenaga kerja ini tidak diikuti dengan pertumbuhan usaha (investasi)
yang dapat menyerap keberadaannya. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah
pengangguran di Indonesia yang pada puncaknya di tahun 2004 mencapai tingkat
10% atau sekitar 11 juta orang.
1. Definisi Dan Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun)
yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang
mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma,
mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal
tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
2. Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dar
prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja.
Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan Kerja x 100%
3. Jenis-jenis Pengangguran
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau
tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran
dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
§ Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
§ Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak
bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga
kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari
35 jam selama seminggu.
§ Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang
sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak
karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
4. Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan
menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)
pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya)
kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang
disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar
kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.
c. Pengangguran Struktural / Structural Unemployment
Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan
pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan
kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan
akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari
sebelumnya.
Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Akibat permintaan berkurang
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
Akibat kebijakan pemerintah
d. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan
ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya
seperti petani yang menanti musim tanam, tukan durian yang menanti musim
durian.
e. Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik
turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada
penawaran kerja.
f. Pengangguran Teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi karena mulai
digunakannya teknologi untuk menggantikan tugas-tugas yang biasanya dilakukan
oleh manusia. Ini akibat dari kemampuan dan keahlian pekerja yang kurang mampu
menyesuaikan dengan harapan perusahaan.
g. Pengangguran siklus
pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena
terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan
masyarakat (aggrerat demand).
Pengangguran juga dapat dibedakan atas pengangguran sukarela
(voluntary unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran
suka rela adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karena
ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan pengangguran duka lara
adalah pengengguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan
namun belum berhasil mendapatkan kerja.
5. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGGANGURAN
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
§ Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada
kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
§ Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
§ Kebutuhan jumlah,jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik
tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan
kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi
kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia.
Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak
dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
§ Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh
struktur Angkatan Kerja Indonesia
§ Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan
kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke
daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
6. DAMPAK-DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu
kelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi , yaitu:
a. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan
kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan
naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan
menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan
perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
§ Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan
tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa
menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih
rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena
itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
§ Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari
sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan
menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun
akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan
menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah
juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
§ Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran
akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan
terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak
merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau
pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga
pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
b. Dampak pengangguran terhadap Individu yang Mengalaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang
mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
§ Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
§ Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
§ Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.
7. KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PENGANGGURAN
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara-cara mengatasinya yang
disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :
v Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang
kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan
(lowongan) kerja yang kosong, dan
4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami
pengangguran.
v Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara
sbb:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru,
terutama yang bersifat padat karya
2. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang
timbulnya investasi baru
3. Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector
agraris dan sector formal lainnya
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti
pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa
menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru
dari kalangan swasta.
v Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
1. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu
ketika menunggu musim tertentu.
v Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
2. Meningkatkan daya beli Masyarakat.
2. Inflasi
Inflasi dan perekonomian Indonesia sangat saling berkaitan. Apabila tingkat
inflasi tinggi, sudah dipastikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dimana
akan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi.
Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar di
sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah.
Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan
fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”).
Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi, akan tetapi tidak bisa
di bawah 10 persen setahun rata-rata, karena Bank Indonesia masih punya misi
ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit
likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden
Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi
karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak
ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih
besar daripada 5 persen setahun.
Bulan dan tahun Tingkat inflasi
Juli 2009 2.71 %
Juni 2009 3.65 %
Mei 2009 6.04 %
April 2009 7.31 %
Maret 2009 7.92 %
Februari 2009 8.60 %
Januari 2009 9.17 %
Desember 2008 11.06 %
November 2008 11.68 %
Oktober 2008 11.77 %
September 2008 12.14 %
Agustus 2008 11.85 %
Juli 2008 11.90 %
Data inflasi dari Inflasi CPI – Bank Sentral Republik Indonesia
Bulan dan tahun Pertumbuhan ekonomi
Maret 2006 15.74 %
Juni 2006 15.53 %
September 2006 14.55 %
Desember 2006 6.60 %
Data pertumbuhan ekonomi dari Inflasi CPI – Bank Sentral Republik Indonesia
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak
mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pengertian inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Syarat
adanya kecenderungan menaik yang teus menerus juga perlu diingat, karena
kenaikan harga karena musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi
sekali saja, dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Jika sebagian dari harga barang diatur diatur pemerintah, maka harga-harga yang
dicatat oleh Biro Sta¬tistik mungkin tidak menunjukkan kenaikan apapun karena
yang dicatat adalah harga “resmi” pemerintah. Tetapi kenyataan yang terjadi ada
kecenderungan bagi harga-harga untuk terus menaik. Dalam hal ini inflasi
sebetulnya ada, tetapi tidak diper¬lihatkan. Keadaan ini disebut “suppressed
inflation” atau “infla¬si yang ditutupi” , yang pada suatu waktu akan terlihat
karena harga-harga resmi makin tidak relevan dalam kenyataan.
1. MACAM INFLASI
Berdasarkan parah tingkat inflasi dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :
• Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
• Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
• Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun)
• Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
2. Berdasarkan asal dari inflasi
• Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
Inflasi dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal dsb.
• Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikkan
harga-harga (yaitu:inflasi) di luar negeri atau di negara-negara langganan
berdagang kita.
Bila harga barang-barang ekspor seperti kopi teh minyak kelapa sawit naik, maka
indeks biaya hidup akan naik pula sebab barang- barang tsb langsung masuk dalam
daftar barang- barang yang terca¬kup dalam indeks harga.
Bila harga barang-barang ekspor (seperti, kayu,karet, timah, dsb) naik, maka
biaya produksi dari barang-barang yang mengguna¬kan barang-barang tsb dalam
proses produksinya (perumahan, sepa¬tu, kaleng, dsb) akan naik, dan harganya
akan naik pula (cost inflation).
Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir.
Kenaikan penghasilan ini akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang , baik
dari dalam negeri maupun luar negeri. Bila jumlah barang yang tersedia di pasar
tidak bertambah, akibatnya harga-harga barang lain akan naik pula (demand
inflation).
3. Berdasarkan penyebab dari Inflasi
Berdasarkan Penyebabnya inflasi dapat digolongkan kedalam dua garis besar
yaitu:
• Demand inflation / inflasi permintaan
Inflasi ini timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai macam barang
terlalu kuat.
• Cost inflation / inflasi penawaran
Inflasi ini timbul karena kenaikan biaya produksi atau berkur¬angnya penawaran
agregatif.
Macam Inflasi berdasarkan penyebabnya ini dapat ditunjukkan oleh gambar berikut
ini:
a) demand inflation b) cost inflation
Inflasi permintaan ini disebabkan oleh permintaan
masyar¬akat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah misalnya, karena
bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau
kenaikan permintaan luar negeri akan bar¬ang-barang ekspor, atau bertambahnya
pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, maka kurva agregate
demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, yaitu karena kenaikan harga
sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan
bakar minyak) maka kurva penawaran measyarakat (aggregate supply) bergeser dari
S1 ke S2.
Perbedaan dari kedua macam inflasi ini adalah:
1. Perbedaan dalam hal akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi
volume output, karena dari segi harga output tidak berbeda. Dalam kasus demand
inflation, biasanya ada kecenderungan outputnya (GDP riil) menaik bersama-sama
dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung
tegantung pada eltisitas kurva agregate supplay, semakin mendekati output
maksimum semakin tidak elastis kurva tsb.
Sebaliknya dalam kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga bersamaan dengan
penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).
2. Perbedaan dalam hal urutan dari kenaikan harga.
Dalam demand inflation kenaikan harga barang (output) menda¬hului kenaikan
harga barang-barang input dan harga- harga faktor produksi (upah dsb).
Sedangkan dalam dalam cost inflation kenaikan harga barang -barang input dan
harga-harga faktor produk mendahului kenaikan harga barang-barang akhir
(output).
TEORI INFLASI
Secara garis besar 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti
aspek-aspek tertentu dari proses inflasi, yaitu:
A. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:
o Jumlah uang yang beredar
o Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectation)
Inti dari teori ini adalah :
ü Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan volume uang yang beredar
(berupa penambahan uang cartal atau penambahan uang giral).
ü Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar
dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa
mendatang.
Terdapat 3 kemungkinan keadaan :
a. Keadaan pertama, apabila masyarakat tidak (atau belum) mengharap¬kan
harga-harga untuk naik pada bulan bulan mendatang.
Dalam hai ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan
diterima masyarakat untuk menambah likwiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas
dalam buku neraca para anggota ma¬syarakat). Ini berarti sebagian besar dari
kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang.
Sehingga tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang,
jadi tidak ada kenaikan harga barang-barang.
Dalam keadaan seperti ini kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10% diikuti oleh
kenaikan harga- harga sebesar, misalnya 1%. Keadaan ini biasa dijumpai pada
waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi
sedang berlang¬sung.
b. Keadaan Kedua adalah di mana masyarakat atas dasar pengalaman di bulan bulan
sebelumnya mulai sadar adanya inflasi.
Penambahan jumlah uang yang beredar digunakan oleh masyarakat untuk membeli
barang-barang (memperbesar pos aktiva barang-barang didalam neraca).
Kenaikan harga (inflasi) adalah suatu pajak atas saldo kas ma¬syarakat, karena
uang semakin tidak berharga. Dan orang-orang berusaha menghindari pajak ini
dengan mengubah saldo kasnya menjadi barang. Sehingga permintaan akan
barang-barang melonjak, akibatnya harga barang-barang tersebut juga mengalami
kenaikkan.
Pada keadaan ini kenaikan jumlah uang sebesar, misalnya 10% akan diikuti dengan
kenaikan harga barang mungkin sebesar 10% pula.
c. Keadaan Ketiga adalah tahap Hiperinflasi
orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keadaan ini
ditandai oleh makin cepatnya peredaraan uang (velocity of circulation yang
menaik). Uang yang beredar sebesar misalnya 20% akan mengakibatkan kenaikan
harga lebih besar dari 20%.
B. Teori Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar
batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses
perebutan bagian rezeki di antara kelompok- kelompok sosial yang menginginkan
bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat. Proses
perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebihi jumlah barang- barang yang tersedia (timbulnya
inflationary gap).
C. Teori Strukturalis
Teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara Amerika Latin.
Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian
yang sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor
struktural dari perekonomian (faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara
gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga teori inflasi
jangka panjang.
Menurut teori ini ketegaran utama ada dua macam:
1. Ketegaran yang pertama berupa ketidakelastisan dari penerimaan eksport.,
yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan
sektor- sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh:
a. Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak
menguntungkan dibanding dengan barang-barang impor yang harus dibayar (term of
trade makin memburuk).
b. Supplay atau produksi barang-barang ekspor yang tidak respon¬sif terhadap
kenaikan harga (supplay barang-barang ekspor yang tidak elastis).
Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti kelambanan pertumbuhan
kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuh¬kan (untuk konsumsi maupun
investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil kebijaksanaan pembangunan yang
menekankan pada pengga¬lakkan produksi dalam negeri dari barang-barang yang
sebelumnya diimpor (import substitution strategy), meskipun biaya produksi
dalam negeri lebih tinggi dan berkualitas rendah daripada barang- barang sejenis
yang diimpor. Biaya yang lebih tinggi ini mengaki¬batkan harga yang lebih
tinggi pula.
Bila proses substitusi impor ini makin meluas, biaya produksi juga meluas ke
berbagai barang, sehingga makin banyak harga barang yang naik, dan inflasipun
terjadi.
2. Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supplay atau produksi
bahan makanan di dalam negeri.
Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk
dan penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri
cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang- barang lain. Akibat
selanjutnya adalah timbulnya tuntutan karya¬wan untuk memperoleh kenaikan upah.
Kenaikan upah berarti kenai¬kan ongkos produksi, yang berarti kenaikan harga
barang-barang tersebut. Kenaikan harga tersebut menyebabkan tuntutan kenaikan
upah lagi. Dan kenaikan upah ini diikuti kenaikan harga-harga. Demikian
seterusnya.
Kesimpulan dari teori strukturalis yaitu:
1. Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara- negara yang
sedang berkembang.
2. Jumlah uang yang beredar bertambah secara pasif mengikuti dan menampung
kenaikan harga barang-barang tersebut. Proses inflasi tersebut dapat
berlangsung terus hanya bila jumlah uang yang beredar juga bertambah terus.
Tanpa kenaikan jumlah uang, proses tersebut akan berhenti dengan sendirinya.
(juga dalam teori Keynes dan teori kuantitas).
3. Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab musabab
yang paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100% struktural. Sering
dijumpai bahwa ketegaran ketegaran tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan
harga/moneter pemerintah sendiri.
Macam macam Dampak Inflasi.
Dampak inflasi terhadap perekonomian yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada
tingkat kemakmuran masyarakat, berikut ini dampak negatif dari inflasi:
1. Terhadap distribusi pendapatan ada pihak-pihak yang dirugikan, diantaranya:
o Inflasi akan merugikan bagi mereka yang berpendapatan tetap, seperti; pegawai
negeri. Contoh, amir seorang pegawai negeri memperoleh gaji Rp. 60.000.000
setahun dan laju inflasi 10%. Bila penghasilan Amir tidak mengalami perubahan,
maka ia akan mengalami penurunan pendapatan riil sebesar 10% x Rp. 60.000.000 =
Rp. 6.000.000.
o Kerugian akan dialami bagi mereka yang menyimpan kekayaan dalam bentuk uang
tunai.
o Kerugian akan dialami para kreditur, bila bunga pinjaman yang diberikan lebih
rendah dari inflasi.
Di lain pihak ada yang diuntungkan dengan adanya inflasi:
a. Orang yang persentase pendapatannya melebihi persentase kenaikan inflasi
b. Mereka yang memiliki kekayaan bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi dalam
bentuk barang atau emas.
2. Dampak terhadap efisiensi, berpengaruh pada:
a. Proses produksi dalam penggunaan faktor produksi menjadi tidak efesien pada
saat terjadi inflasi
b. Perubahan daya beli masyarakat yang berdampak terhadap struktur permintaan
masyarakat terhadap beberapa jenis barang
3. Dampak inflasi terhadap output (hasil produksi):
o inflasi bisa menyebabkan kenaikan produksi. Biasanya dalam keadaan inflasi
kenaikan harga barang akan mendahului kenaikan gaji, hal ini yang menguntungkan
produsen
o bila laju inflasi terlalu tinggi akan berakibat turunnya jumlah hasil
produksi, dikarenakan nilai riil uang akan turun dan masyarakat tidak senang
memiliki uang tunai, akibatnya pertukaran dilakukan antara barang dengan
barang.
4. Dampak inflasi terhadap pengangguran
Suatu negara yang berusaha menghentikan laju inflasi yang tinggi, berarti pada
saat yang sama akan menciptakan pengangguran. Untuk melihat laju inflasi dengan
tingkat pengangguran, dapat diperlihatkan dalam Kurva Philips. Kurva philip
adalah kurva yang menggambarkan hubungan negatif antara inflasi dan
pengangguran.
• semakin tinggi tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin rendah
• semakin rendah tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin tinggi
• pada titik E, tingkat inflasi nol dan pengangguran ada tingkat pengguna
tenaga kerja penuh (full employment)
• pada titik A, tingkat inflasi negatif (deflationary gap), tingkat
pengangguran lebih tinggi
• pada titik B, tingkat inflasi positif (inflationary gap), tingkat
pengangguran lebih rendah.
Beberapa hal yang berhubungan dengan inflasi:
§ DEFLASI, daya beli uang yang mengalami peningkatan, karena jumlah uang
yang beredar relatif lebih sedikit dari jumlah barang dan jasa yang tersedia.
Tujuan dari devaluasi adalah untuk meningkatkan ekspor barang, neraca
pembayaran menjadi surplus.
§ DEFRESIASI, penurunan nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing
yang terjadi di pasar uang.
§ APRESIASI, kenaikan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang asing
yang terjadi di pasar uang.
§ INFLASI TERBUKA, keadaan dimana harga-harga bergerak tak terkendali,
serta terdapat kelebihan permintaan terhadap barang.
§ SANERING, pemotongan nilai mata uang yang dilakukan oleh pemerintah.
§ REVALUASI, kebijakan pemerintah untuk menaikan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing.
§ DEVALUASI, kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing dengan sengaja. Deflasi dapat di atasi dengan cara
pemerintah menambah pembelanjaan, masyarakat menambah pengeluaran.
Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan diawali
padatahun 1997 dimana pada masa itulah terjadi krisis. Saat itu pertumbuhan
ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah
dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum
kondusif juga mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, yang menambah kesulitan
dinegeri ini.
Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak
pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan
kondisi ekonomi dimasa mendatang.
Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan
meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan
semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada
tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar
negeri.
Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar
telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini didalam pemberantasan terorisme,
serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi
menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama
bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang
berlangsung dengan baik pada negaranya.
Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup
signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi
cukup dipertimbangkan oleh perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan
diundangnya Indonesia ke pertemuan kelompok 8-plus (G8plus) di Kyoto Jepang
pada bulan Juli 2008 bersama beberapa negara yang disebut BRIICS (Brasil,
Rusia, India, Indonesia dan South Africa).
Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,
bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di atas angka 5.000 triliun
Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini cukup mendukung
estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah satu raksasa
ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak hambatan
yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana, misalnya;
kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan
listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya inflasi yang
disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh 11,,%), belum
optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia, belum optimalnya peranan APBN sebagai
stimulus ekonomi (belum ekspansif).
A. Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia.
Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan
fokus program ekonomi 2008-2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008
yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target Pemerintah yang
dapat dikelompokkan ke dalam 8 bidang yaitu: (i) investasi, (ii) ekonomi makro
dan keuangan, (iii) ketahanan energi, (iv) sumber daya alam, lingkungan dan
pertanian, (v) pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), (vi)
pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN, (vii) infrastruktur, dan (viii)
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
Dari sekian banyak masalah perekonomian yang dapat mewujudkan target pemerintah
diatas dapat dikelompokan menjadi masalah yang paling pokok karena dampaknya
yang meluas yaitu tentang permasalahan Ketenagakerjaan yang melingkupi
tingginya jumlah Pengangguran dan tingginya tingkat Inflasi yang terjadi di
Indonesia merupakan hal yang mendasari semua permasalahan – permasalahan social
di Indonesia.
1. Masalah Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah berakar yang terjadi di Indonesia, karena
permasalahan ini kehidupan social dan keamanan serta sector lain ikut
terganggu. Setiap tahun lahir manusia – manusia baru dengan kecerdasan ilmu
pengetahuan yang berbeda – beda, mulai dari lulusan perguruan tinggi hingga
yang putus sekolah.
Kian hari bermunculan jumlah angkatan kerja yang sebagian siap berkompetisi
dilingkungan kerja dan sebagian lagi kurang terampil dalam berkompetisi, jumlah
angkatan kerja yang begitu banyak ternyata tidak diimbangi dengan pertumbuhan
lapangan pekerjaan yang meningkat. Alhasil ada angkatan kerja yang tidak
tertampung dalam lapangan kerja yang ketersediaannya cukup terbatas. Sebab
itulah timbul pengangguran.
Masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama yang
sampai saat ini belum bisa diatasi. Sampai tahun 2008, tingkat pengangguran
terbuka masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan kerja berada pada
kisaran 9 juta orang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa terjadi perubahan patern
perekonomian paska krisis dari usaha yang padat karya ke usaha yang lebih padat
modal. Akibatnya pertumbuhan tenaga kerja yang ada sejak tahun 1998 s/d 2004
terakumulasi dalam meningkatnya angka pengangguran. Dilain sisi, pertumbuhan
tingkat tenaga kerja ini tidak diikuti dengan pertumbuhan usaha (investasi)
yang dapat menyerap keberadaannya. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah
pengangguran di Indonesia yang pada puncaknya di tahun 2004 mencapai tingkat
10% atau sekitar 11 juta orang.
1. Definisi Dan Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun)
yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang
mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma,
mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal
tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
2. Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dar
prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja.
Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan Kerja x 100%
3. Jenis-jenis Pengangguran
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau
tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran
dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
§ Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
§ Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak
bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga
kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari
35 jam selama seminggu.
§ Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang
sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak
karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
4. Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan
menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)
pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya)
kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang
disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar
kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.
c. Pengangguran Struktural / Structural Unemployment
Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan
pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan
kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan
akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari
sebelumnya.
Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Akibat permintaan berkurang
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
Akibat kebijakan pemerintah
d. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan
ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya
seperti petani yang menanti musim tanam, tukan durian yang menanti musim
durian.
e. Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik
turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada
penawaran kerja.
f. Pengangguran Teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi karena mulai
digunakannya teknologi untuk menggantikan tugas-tugas yang biasanya dilakukan
oleh manusia. Ini akibat dari kemampuan dan keahlian pekerja yang kurang mampu
menyesuaikan dengan harapan perusahaan.
g. Pengangguran siklus
pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena
terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan
masyarakat (aggrerat demand).
Pengangguran juga dapat dibedakan atas pengangguran sukarela
(voluntary unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran
suka rela adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karena
ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan pengangguran duka lara
adalah pengengguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan
namun belum berhasil mendapatkan kerja.
5. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGGANGURAN
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
§ Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada
kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
§ Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
§ Kebutuhan jumlah,jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik
tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan
kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi
kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan
tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi
kesempatan kerja yang tersedia.
§ Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh
struktur Angkatan Kerja Indonesia
§ Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan
kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke
daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
6. DAMPAK-DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu
kelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi , yaitu:
a. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan
kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan
naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan
menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan
perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
§ Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan
tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa
menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih
rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena
itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
§ Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari
sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan
menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun
akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun
akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi
pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus
menurun.
§ Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran
akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan
terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak
merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau
pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga
pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
b. Dampak pengangguran terhadap Individu yang Mengalaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang
mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
§ Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
§ Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
§ Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.
7. KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PENGANGGURAN
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara-cara mengatasinya yang
disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :
v Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang
kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan
(lowongan) kerja yang kosong, dan
4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami
pengangguran.
v Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara
sbb:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru,
terutama yang bersifat padat karya
2. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang
timbulnya investasi baru
3. Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector
agraris dan sector formal lainnya
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti
pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa
menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru
dari kalangan swasta.
v Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
1. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu
ketika menunggu musim tertentu.
v Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
2. Meningkatkan daya beli Masyarakat.
2. Inflasi
Inflasi dan perekonomian Indonesia sangat saling berkaitan. Apabila tingkat
inflasi tinggi, sudah dipastikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dimana
akan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi.
Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar di
sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah.
Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan
fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”).
Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi, akan tetapi tidak bisa
di bawah 10 persen setahun rata-rata, karena Bank Indonesia masih punya misi
ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit
likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden
Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi
karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak
ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih
besar daripada 5 persen setahun.
Bulan dan tahun Tingkat inflasi
Juli 2009 2.71 %
Juni 2009 3.65 %
Mei 2009 6.04 %
April 2009 7.31 %
Maret 2009 7.92 %
Februari 2009 8.60 %
Januari 2009 9.17 %
Desember 2008 11.06 %
November 2008 11.68 %
Oktober 2008 11.77 %
September 2008 12.14 %
Agustus 2008 11.85 %
Juli 2008 11.90 %
Data inflasi dari Inflasi CPI – Bank Sentral Republik Indonesia
Bulan dan tahun Pertumbuhan ekonomi
Maret 2006 15.74 %
Juni 2006 15.53 %
September 2006 14.55 %
Desember 2006 6.60 %
Data pertumbuhan ekonomi dari Inflasi CPI – Bank Sentral Republik Indonesia
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak
mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pengertian inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Syarat
adanya kecenderungan menaik yang teus menerus juga perlu diingat, karena
kenaikan harga karena musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi
sekali saja, dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Jika sebagian dari harga barang diatur diatur pemerintah, maka harga-harga yang
dicatat oleh Biro Sta¬tistik mungkin tidak menunjukkan kenaikan apapun karena
yang dicatat adalah harga “resmi” pemerintah. Tetapi kenyataan yang terjadi ada
kecenderungan bagi harga-harga untuk terus menaik. Dalam hal ini inflasi
sebetulnya ada, tetapi tidak diper¬lihatkan. Keadaan ini disebut “suppressed
inflation” atau “infla¬si yang ditutupi” , yang pada suatu waktu akan terlihat
karena harga-harga resmi makin tidak relevan dalam kenyataan.
1. MACAM INFLASI
Berdasarkan parah tingkat inflasi dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :
• Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
• Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
• Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun)
• Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
2. Berdasarkan asal dari inflasi
• Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
Inflasi dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal dsb.
• Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikkan
harga-harga (yaitu:inflasi) di luar negeri atau di negara-negara langganan
berdagang kita.
Bila harga barang-barang ekspor seperti kopi teh minyak kelapa sawit naik, maka
indeks biaya hidup akan naik pula sebab barang- barang tsb langsung masuk dalam
daftar barang- barang yang terca¬kup dalam indeks harga.
Bila harga barang-barang ekspor (seperti, kayu,karet, timah, dsb) naik, maka
biaya produksi dari barang-barang yang mengguna¬kan barang-barang tsb dalam
proses produksinya (perumahan, sepa¬tu, kaleng, dsb) akan naik, dan harganya
akan naik pula (cost inflation).
Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir.
Kenaikan penghasilan ini akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang , baik
dari dalam negeri maupun luar negeri. Bila jumlah barang yang tersedia di pasar
tidak bertambah, akibatnya harga-harga barang lain akan naik pula (demand
inflation).
3. Berdasarkan penyebab dari Inflasi
Berdasarkan Penyebabnya inflasi dapat digolongkan kedalam dua garis besar
yaitu:
• Demand inflation / inflasi permintaan
Inflasi ini timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai macam barang
terlalu kuat.
• Cost inflation / inflasi penawaran
Inflasi ini timbul karena kenaikan biaya produksi atau berkur¬angnya penawaran
agregatif.
Macam Inflasi berdasarkan penyebabnya ini dapat ditunjukkan oleh gambar berikut
ini:
a) demand inflation b) cost inflation
Inflasi permintaan ini disebabkan oleh permintaan masyar¬akat
akan barang-barang (aggregate demand) bertambah misalnya, karena bertambahnya
pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan
permintaan luar negeri akan bar¬ang-barang ekspor, atau bertambahnya
pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, maka kurva agregate
demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, yaitu karena kenaikan harga
sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan
bakar minyak) maka kurva penawaran measyarakat (aggregate supply) bergeser dari
S1 ke S2.
Perbedaan dari kedua macam inflasi ini adalah:
1. Perbedaan dalam hal akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi
volume output, karena dari segi harga output tidak berbeda. Dalam kasus demand
inflation, biasanya ada kecenderungan outputnya (GDP riil) menaik bersama-sama
dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung
tegantung pada eltisitas kurva agregate supplay, semakin mendekati output
maksimum semakin tidak elastis kurva tsb.
Sebaliknya dalam kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga bersamaan
dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).
2. Perbedaan dalam hal urutan dari kenaikan harga.
Dalam demand inflation kenaikan harga barang (output) menda¬hului kenaikan
harga barang-barang input dan harga- harga faktor produksi (upah dsb).
Sedangkan dalam dalam cost inflation kenaikan harga barang -barang input dan
harga-harga faktor produk mendahului kenaikan harga barang-barang akhir
(output).
TEORI INFLASI
Secara garis besar 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti
aspek-aspek tertentu dari proses inflasi, yaitu:
A. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:
o Jumlah uang yang beredar
o Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectation)
Inti dari teori ini adalah :
ü Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan volume uang yang beredar
(berupa penambahan uang cartal atau penambahan uang giral).
ü Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar
dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa
mendatang.
Terdapat 3 kemungkinan keadaan :
a. Keadaan pertama, apabila masyarakat tidak (atau belum) mengharap¬kan
harga-harga untuk naik pada bulan bulan mendatang.
Dalam hai ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan
diterima masyarakat untuk menambah likwiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas
dalam buku neraca para anggota ma¬syarakat). Ini berarti sebagian besar dari
kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang.
Sehingga tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang,
jadi tidak ada kenaikan harga barang-barang.
Dalam keadaan seperti ini kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10% diikuti oleh
kenaikan harga- harga sebesar, misalnya 1%. Keadaan ini biasa dijumpai pada
waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi
sedang berlang¬sung.
b. Keadaan Kedua adalah di mana masyarakat atas dasar pengalaman di bulan bulan
sebelumnya mulai sadar adanya inflasi.
Penambahan jumlah uang yang beredar digunakan oleh masyarakat untuk membeli
barang-barang (memperbesar pos aktiva barang-barang didalam neraca).
Kenaikan harga (inflasi) adalah suatu pajak atas saldo kas ma¬syarakat, karena
uang semakin tidak berharga. Dan orang-orang berusaha menghindari pajak ini
dengan mengubah saldo kasnya menjadi barang. Sehingga permintaan akan
barang-barang melonjak, akibatnya harga barang-barang tersebut juga mengalami
kenaikkan.
Pada keadaan ini kenaikan jumlah uang sebesar, misalnya 10% akan diikuti dengan
kenaikan harga barang mungkin sebesar 10% pula.
c. Keadaan Ketiga adalah tahap Hiperinflasi
orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keadaan ini
ditandai oleh makin cepatnya peredaraan uang (velocity of circulation yang
menaik). Uang yang beredar sebesar misalnya 20% akan mengakibatkan kenaikan
harga lebih besar dari 20%.
B. Teori Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar
batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses
perebutan bagian rezeki di antara kelompok- kelompok sosial yang menginginkan
bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat. Proses
perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebihi jumlah barang- barang yang tersedia (timbulnya
inflationary gap).
C. Teori Strukturalis
Teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara Amerika Latin.
Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur
perekonomian yang sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan
faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor ini hanya bisa
berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga
teori inflasi jangka panjang.
Menurut teori ini ketegaran utama ada dua macam:
1. Ketegaran yang pertama berupa ketidakelastisan dari penerimaan eksport.,
yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan
sektor- sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh:
a. Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak
menguntungkan dibanding dengan barang-barang impor yang harus dibayar (term of
trade makin memburuk).
b. Supplay atau produksi barang-barang ekspor yang tidak respon¬sif terhadap
kenaikan harga (supplay barang-barang ekspor yang tidak elastis).
Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti kelambanan pertumbuhan
kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuh¬kan (untuk konsumsi maupun
investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil kebijaksanaan pembangunan yang
menekankan pada pengga¬lakkan produksi dalam negeri dari barang-barang yang
sebelumnya diimpor (import substitution strategy), meskipun biaya produksi
dalam negeri lebih tinggi dan berkualitas rendah daripada barang- barang
sejenis yang diimpor. Biaya yang lebih tinggi ini mengaki¬batkan harga yang
lebih tinggi pula.
Bila proses substitusi impor ini makin meluas, biaya produksi juga meluas ke
berbagai barang, sehingga makin banyak harga barang yang naik, dan inflasipun
terjadi.
2. Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supplay atau produksi
bahan makanan di dalam negeri.
Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk
dan penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri
cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang- barang lain. Akibat
selanjutnya adalah timbulnya tuntutan karya¬wan untuk memperoleh kenaikan upah.
Kenaikan upah berarti kenai¬kan ongkos produksi, yang berarti kenaikan harga
barang-barang tersebut. Kenaikan harga tersebut menyebabkan tuntutan kenaikan
upah lagi. Dan kenaikan upah ini diikuti kenaikan harga-harga. Demikian
seterusnya.
Kesimpulan dari teori strukturalis yaitu:
1. Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara- negara yang
sedang berkembang.
2. Jumlah uang yang beredar bertambah secara pasif mengikuti dan menampung kenaikan
harga barang-barang tersebut. Proses inflasi tersebut dapat berlangsung terus
hanya bila jumlah uang yang beredar juga bertambah terus. Tanpa kenaikan jumlah
uang, proses tersebut akan berhenti dengan sendirinya. (juga dalam teori Keynes
dan teori kuantitas).
3. Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab musabab
yang paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100% struktural. Sering
dijumpai bahwa ketegaran ketegaran tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan
harga/moneter pemerintah sendiri.
Macam macam Dampak Inflasi.
Dampak inflasi terhadap perekonomian yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada
tingkat kemakmuran masyarakat, berikut ini dampak negatif dari inflasi:
1. Terhadap distribusi pendapatan ada pihak-pihak yang dirugikan, diantaranya:
o Inflasi akan merugikan bagi mereka yang berpendapatan tetap, seperti; pegawai
negeri. Contoh, amir seorang pegawai negeri memperoleh gaji Rp. 60.000.000
setahun dan laju inflasi 10%. Bila penghasilan Amir tidak mengalami perubahan,
maka ia akan mengalami penurunan pendapatan riil sebesar 10% x Rp. 60.000.000 =
Rp. 6.000.000.
o Kerugian akan dialami bagi mereka yang menyimpan kekayaan dalam bentuk uang
tunai.
o Kerugian akan dialami para kreditur, bila bunga pinjaman yang diberikan lebih
rendah dari inflasi.
Di lain pihak ada yang diuntungkan dengan adanya inflasi:
a. Orang yang persentase pendapatannya melebihi persentase kenaikan inflasi
b. Mereka yang memiliki kekayaan bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi dalam
bentuk barang atau emas.
2. Dampak terhadap efisiensi, berpengaruh pada:
a. Proses produksi dalam penggunaan faktor produksi menjadi tidak efesien pada
saat terjadi inflasi
b. Perubahan daya beli masyarakat yang berdampak terhadap struktur permintaan
masyarakat terhadap beberapa jenis barang
3. Dampak inflasi terhadap output (hasil produksi):
o inflasi bisa menyebabkan kenaikan produksi. Biasanya dalam keadaan inflasi
kenaikan harga barang akan mendahului kenaikan gaji, hal ini yang menguntungkan
produsen
o bila laju inflasi terlalu tinggi akan berakibat turunnya jumlah hasil
produksi, dikarenakan nilai riil uang akan turun dan masyarakat tidak senang
memiliki uang tunai, akibatnya pertukaran dilakukan antara barang dengan
barang.
4. Dampak inflasi terhadap pengangguran
Suatu negara yang berusaha menghentikan laju inflasi yang tinggi, berarti pada
saat yang sama akan menciptakan pengangguran. Untuk melihat laju inflasi dengan
tingkat pengangguran, dapat diperlihatkan dalam Kurva Philips. Kurva philip
adalah kurva yang menggambarkan hubungan negatif antara inflasi dan
pengangguran.
• semakin tinggi tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin rendah
• semakin rendah tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin tinggi
• pada titik E, tingkat inflasi nol dan pengangguran ada tingkat pengguna
tenaga kerja penuh (full employment)
• pada titik A, tingkat inflasi negatif (deflationary gap), tingkat
pengangguran lebih tinggi
• pada titik B, tingkat inflasi positif (inflationary gap), tingkat
pengangguran lebih rendah.
Beberapa hal yang berhubungan dengan inflasi:
§ DEFLASI, daya beli uang yang mengalami peningkatan, karena jumlah uang
yang beredar relatif lebih sedikit dari jumlah barang dan jasa yang tersedia.
Tujuan dari devaluasi adalah untuk meningkatkan ekspor barang, neraca
pembayaran menjadi surplus.
§ DEFRESIASI, penurunan nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing
yang terjadi di pasar uang.
§ APRESIASI, kenaikan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang asing
yang terjadi di pasar uang.
§ INFLASI TERBUKA, keadaan dimana harga-harga bergerak tak terkendali,
serta terdapat kelebihan permintaan terhadap barang.
§ SANERING, pemotongan nilai mata uang yang dilakukan oleh pemerintah.
§ REVALUASI, kebijakan pemerintah untuk menaikan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing.
§ DEVALUASI, kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing dengan sengaja. Deflasi dapat di atasi dengan cara
pemerintah menambah pembelanjaan, masyarakat menambah pengeluaran.