Etika adalah sebuah
sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
Kantor Audit Publik
adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan sebagai
wadah bagi akuntan publik dalam memberikan jasanya.
Etika sangat
diperlukan dalam berbisnis, karena etika merupakan suatu pelengkap utama dari
keberhasilan para pelaku bisnis. Etika yang baik dapat meningkatkan mutu
kinerja perusahaan. Dalam standar pengendalian mutu dapat memberikan panduan
bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa
yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang
diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan adanya Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan
Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.
1. Etika Bisnis Akuntan
Publik
Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik Staf Kantor akuntan publik kompeten, profesional,
dan objektif serta akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama (due profesional care). Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di
Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang
memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama
anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan
juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi.
Ada lima aturan etika
yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik
(IAI-KAP). Lima aturan etika itu adalah:
- Indepedensi, integritas, dan
- Standart umum dan prinsip akuntansi
- Tanggung jawab kepada klien
- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
- Tanggung jawab dan praktik lain
2. Tanggung Jawab Sosial Kantor
Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Kantor Akuntan Publik memiliki tanggungjawab sosial sebagai entitas
bisnis. Sebagai entitas bisnis milik publik, kantor harus
bertanggungjawab akan segala yang terjadi di dalam entitas dan memberi
laporan secara terbuka kepada publik.Gagasan bisnis kontemporer sebagai
institusi sosial dikembangkan berdasarkan pada persepsi yang menyatakan
bahwa bisnis bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikan
secara jelas oleh Milton Friedman yang mengatakan bahwa tanggung jawab
bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan
untuk meningkatkan laba mengikuti aturan main bisnis. Dengan demikian,
bisnis tidak seharusnya diwarnai dengan penipuan dan kecurangan. Pada
struktur utilitarian diperbolehkan melakukan aktivitas untuk memenuhi
kepentingan sendiri. Untuk memenuhi kepentingan pribadi, setiap individu
memiliki cara tersendiri yang berbeda dan terkadang saling berbenturan
satu sama lain. Menurut Smith, mengejar kepentingan pribadi
diperbolehkan selama tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran.
Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat
bagi masyarakat. Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis
lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan
sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor
Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada
masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab
sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan
gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama
sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga
memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
3. Krisis dalam Profesi akuntansi
Tekanan pemaksimalan profit saat ini membawa profesi akuntan ke dalam
krisis. Profesi dituntut untuk melakukan tindakan dalam berbagai cara
yang dapat menciptakan laba tertinggi agar dapat bersaing dengan iklim
persaingan yang semakin ketat. Dala hal ini, seluruh tindakan yang
diambil justru membuat profesi berada dalam kondisi yang membahayakan
dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun, di pihak lain akuntan
dipaksa untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada serangkaian
aturan yang harus ditaati. Akuntan harus tetap bersikap objektif,
jujur, adil, tepat, independen, bertanggung jawab dan berintegritas dala
menjalankan tugasnya. Motivasi untuk berperilaku etis sangat penting
karena dengan berperilaku etis dapat memberikan kontribusi diantaranya
keuntungan jangka panjang bagi perusahaan, integritas personal dan
kepuasan bagi pihak yang terlibat dalam bisnis tersebut, kejujuran dan
loyalitas karyawan serta confidence dan kepuasan pelanggan. Perusahaan
seharusnya memperhatikan tanggung jawab sosial yang bertujuan untuk
mereduksi timbulnya aksi sosial yang menolak keberadaan suatu
perusahaan. Berbeda halnya dengan perusahaan yang mementingkan
keuntungan jangka pendek. Perusahaan yang hanya berorientasi pada
keuntungan jangka pendek ini cenderung kurang memperhatikan masalah
etika dan integritas.
4. Regulasi dalam rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Setiap orang yang melakukan tindakan yang tidak etis maka perlu
adanya penanganan terhadap tindakan tidak etis tersebut. Tetapi
jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau
anggota profesi maka hal tersebut perlu dipertanyakan apakah
aturan-aturan yang berlaku masih perlu tetap dipertahankan atau
dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara
keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian
besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai
kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping
kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut
akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang
menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap
sebagai pelanggaran kode etik, padahal seringkali kasus tersebut
sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap
SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan
penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan
sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI
periode 1990 s/d 1994yaitu :
1) Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas
kode etik yang ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan
maupun keluhan dari rekan akuntan atau masyarakat umum. Hal ini
sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran kode etik IAI, hotel
Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di Bandung dan masih
terus dansedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat ini.
2) Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun
dewan pertimbangan profesi dan tindak lanjutnya (peringatan
tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai anggota
IAI).
3) Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif
untuk mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi
atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak
lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.
Di Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah
melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan
terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini
dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi
terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan
insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada di
bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya
asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI),
yaitu Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa
kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah,
dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting
Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang
dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan
turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang
dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron
dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah
satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia.
Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
(i) pembuatan standar akuntansi dan standar audit;
(ii) pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan
(iii) pemberian sanksi.
Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa
asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan
kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan perkembangan tersebut,
pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang
tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan
pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap
melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi.
Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat
disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda
administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Di samping itu ditambahkan
pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku
sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang melanggar
penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta
melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor
dan kualitas audit.
5. Peer Review
Peer review atau penelaahan sejawat ( Bahasa Indonesia )
merupakan suatu proses pemeriksaan atau penelitian suatu karya atau ide
pengarang ilmiah oleh pakar lain di suatu bidang tertentu. Orang yang
melakukan penelaahan sejawat disebut penelaah sejawat atau mitra bestari
( peer reviewer ). Proses ini dilakukan oleh editor atau
penyunting untuk memilih dan menyaring manuskrip yang dikirim serta
dilakukan oleh badan pemberi dana untuk memutuskan pemberian dana
bantuan. Peer review ini bertujuan untuk membuat pengarang
memenuhi standar disiplin ilmu yang mereka kuasai dan standar keilmuan
pada umumnya. Publikasi dan penghargaan yang tidak melalui peer review ini
mungkin akan dicurigai oleh akademisi dan profesional pada berbagai
bidang. Bahkan, pada jurnal ilmiah terkadang ditemukan kesalahan,
penipuan ( fraud ) dan sebagainya yang dapat mengurangi reputasi mereka sebagai penerbit ilmiah yang terpercaya.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 (PP 60/2008) tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), dalam rangka menjaga mutu
hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) antara lain
harus memenuhi dua hal, yaitu adanya standar audit dan pedoman telaahan sejawat (peer review).
PP 60/2008 pasal 55 ayat 1 menyebutkan bahwa untuk menjaga mutu
hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala
dilakukan telaahan sejawat. Selanjutnya dalam penjelasan PP 60/2008
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “telaahan sejawat” adalah kegiatan
yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan
keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar
audit.
Tujuan kajian ini adalah untuk memperoleh kejelasan mengenai pengertian peer review
dan beberapa praktik pelaksanaannya. Hasil kajian ini diharapkan dapat
digunakan oleh organisasi profesi auditor sebagai acuan dalam penyusunan
pedoman telaahan sejawat (peer review) APIP.
Dari studi literatur/peraturan yang terkait dan masukan dari berbagai
narasumber, baik intern maupun ekstern BPKP, diperoleh simpulan sebagai
berikut :
1. Peer review(telaahan sejawat) dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian dan review yang dilaksanakan oleh rekan sejawat yang setara guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa organisasi audit yang di review telah patuh terhadap sistem pengendalian mutu dan pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit yang berlaku.
2. Periode waktu dilakukannya peer review APIPminimal
tiap tiga tahun sekali atau periode waktu lain yang disepakati oleh
Organisasi Profesi Auditor di Indonesia setelah mempertimbangkan lingkup
dan kompleksitasnya.
3. Terdapat beberapa persyaratan yang perlu ditetapkan untuk pelaksanaan peer review APIP sebagaimana di mandatkan dalam PP 60 tahun 2008, antara lain:
(1) Adanya organisasi profesi yang merupakan asosiasi bagi APIP.
(2) APIP merupakan anggota organisasi profesi auditor.
(3) Dilakukan oleh rekan sejawat yang setara, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang minimal sama.
(4) Adanya standar audit yang diterbitkan oleh organisasi profesi auditor.
(5) Adanya Sistem Kendali Mutu di setiap APIP yang diwajibkan oleh organisasi profesi auditor.
(6) Adanya Pedoman Peer review audit yang dibuat oleh organisasi profesi auditor.
4. Persyaratan/kualifikasi minimal yang perlu diperhatikanagar dapat menjadi pe- reviewyaitu:
(1) Mempunyai sertifikasi sebagai auditor/setifikasi peer review
(2) Menjadi anggota aktif organisasi profesi yang bersangkutan
(3) Mempunyai kedudukan yang setara untuk bidang audit
(4) Berpengalaman minimal 5 tahun sebagai auditor
(5) Mempunyai pengetahuan terkini mengenai hal-hal yang akan di-review
Pernyataan pendapat atau opini yang relevan untuk diberikan atas
kepatuhan APIP terhadap sistem kendali mutu dan standar audit adalah full compliance, satisfactory compliance dan non compliance.
No comments:
Post a Comment