Tuesday, October 14, 2014

Etika Governance



Etika Governance

Governance terkait dengan sistem mekanisme hubungan yang mengatur dan menciptakan insentif yang pas diantara para pihak yang mempunyai kepentingan pada suatu perusahaan agar perusahaan dimaksud dapat mencapai tujuan-tujuan usahanya secara optimal.

Corporate Governance itu adalah suatu sistem yang dibangun untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan sehingga tercipta tata hubungan yang baik, adil dan transparan di antara berbagai pihak yang terkait dan memiliki kepentingan (stakeholder) dalam perusahaan.
            
Good Governance memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan.
             
Konsep good governance berkaitan erat dengan konsep pembangunan, dimana keberlanjutan terhadap proses dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar melalui pemberdayaan sumber daya alam sesuai dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan komunitas sipil.
             
Beberapa hal yang dapat menunjang terjadinya good governance:
  1. Transparansi, pengelolaan aset secara transparan oleh pemerintah.
  2. Akuntabilitas, dapat dihitung.
  3. Partisipasi, keterlibatan semua lapisan dalam masyarakat
  4. Pemberdayaan hukum., kontrol terhadap aktivitas.
Dalam melaksanakan good governance ada tiga fokus yang penting dan saling terkait yaitu:
  1. Ekonomi mencakup proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kegiatan ekonomi dengan memperhatikan aspek-aspek keadilan, kemiskinan dan keadilan hidup.
  2. Politik mempertimbangkan seluruh proses pengambilan keputusan dengan dalam bentuk penyusunan kebijakan
  3. Administratif berkaitan dengan implementasi kebijaksanaan di tingkat nasional dan regional.
Konsep governance (pengaturan) pada dasarnya sudah berjalan seiringdengan keidupan manusia sebagai makhluk sosial dan juga sebagaimakhluk alam.
             
Perlunya sebuah pengaturan dalam mengatur hubungan antara manusiasatu dengan yang lainnya juga antara manusia dengan penting adanya. Hal tersebut diperlukan untuk menciptakan sebuah keseimbangan dalam kehidupan.
             
Ada 8 karakteristik dalam good governance yang saling mempengaruhi satu sama lain, dimana dalam keterkaitan antara 8 karakteristik ini dapat memberikan keleluasaan bagi kaum minoritas dan juga menekan superioritas dari kalangan penguasa.
  1. Partisipasi
Dalam partisipasi pembangunan pemerintah mempunyai peran pentinguntuk melakukan pengaturan. Dimana sumber daya alam dan infrastruktur yang dikelola oleh pemerintah bersama swasta haruslah melibatkan masyarakat.
Partisipasi dalam pemerintah dapat diwujudkan melalui:
  • Partisipasi dari keuntungan yang didapat dari proyek dan kelompok yang terpengaruh serta mempengaruhi aktivitas berjalannya sebuah proyek.
  • Meningkatkan hubungan antara publik dan sektor swasta, khususnya hubungan sosial ekonomi yang bersifat menguntungkan semua pihak. Dimana pemerintah bertindak sebagai fasilitator.
  • Meberdayakan pemerintah lokal dengan kepemilikan proyek daerah yang dikenal dengan otonomi daerah.
  • Menggunakan lembaga swadaya komunitas sebagai kendaraan alat untuk meraih keuntungan melalui sebuah proyek dimana lembaga ini bertindak sebagai pengawas jalannya proyek.
  1. Aturan Hukum
Hukum Bertindak sebagai pengatur yang memiliki kekuatan untuk memaksa orang-orang yang terkait dalam pelaksanaan sebuah proses yang sedang berlangsung.Legalisasi dan regulasi yang dilakukan oleh pemerintah menjadi factor penting untuk proses keberlangsungan kehidupan bernegara.
  1. Transparansi
Keputusan diambil dan dilakukan melalui aturan yang diikuti secara benar dan sangat terbuka pada hal-hal yang memang seharusnya bersifat terbuka. Informasi yang ada sangat bebas dan langsung dapatdiakses untuk keseluruhan anggota komunitas. Transparansi mengacu kepada ketersediaan dari informasi untukkomunitas umum dan penjelasan tentang aturan-aturan pemerintah, regulasi dan keputusan.
  1. Responsif
Dalam kaidah good governance disini, responsif berarti menyediakan berbagai bentuk layanan kepada setiap komunitas yang tergabung dalam elemen-elemen stakeholder dalam memberikan tanggapan yang cepat terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi. Tolak ukur dalam segi pelayanan dapat dilihat melaluiproses birokrasi yang tidak berbelit-belit. Tingkat ukuran pengaturan yang baik dapat dilihat melalui kecepatan tanggap lembaga dalam menyelesaikan masalah tanpa harus melalui proses yang panjang. Mempertahankan sifat responsif dapat dipelihara melaluisistem pengawasan dan pemeriksaan sosial.
  1. Berorientasi Konsensus
Pengaturan yang baik, pada dasarnya menggabungkan beberapa kepentingan dari beberapa kelompok sosial dalam satu sistem yang bersifat adil dan tidak memihak, kalaupun ada keberpihakan adalah pada etika dari hubungan sosial antar komunitas atau pihak yang saling berhubungan sosial. Berkaitan dengan kondisi komunitas Indonesia, makaorientasi konsensus ini menjadi sangat penting, dalam arti pengaturan harus dapat menjangkau segala kepentingan dansifat-sifat komunitas yang berbeda satu sama lain. Adanya perbedaan antar kelompok sosial dan komunitas yang menimbulkan konflik merupakan sebuah usaha bersamauntuk membentuk sesuatu yang dapat menampung aspirasi serta kebersamaan dalam memahami aturan yang sama.
  1. Adil dan bersifat umum
Kategori adil dan bersifat umum harus dilandaskan pada etika yang dianut secara bersama, hal ini disebabkan karena keberagaman yang ada dalam komunitas di Indonesia. Dimana dalam hal ini tidak bisa dipaksakan kepentingan suatukomunitas tertentu terhadap komunitas yang lain, konsep satukeadilan bagi semua komunitas harus dapat diterapkan secara adil. Konsep pengaturan yang baik harus didasarkan pada pandangan keadilan yang merata bagi setiap komunitas. Hal ini berguna agar tidak terjadi konflik di kemudian harinya. Munculnya sifat pengaturan yang baik harus berdasarkan konsep yang umum, dimana pengaturan tidak didasarkan padasatu komunitas tertentu.
  1. Efektif dan efisien
Konsep efektifitas dalam good governance berarti suatuproses dan kelembagaan yang menghasilkan pertemuan antara kebutuhan di komunitas dengan menghasilkan sebuah outputyang berguna dan juga output yang tidak berguna. Efektifitas dalam hal ini bagaimana proses pengaturanyang baik mampu untuk menekan output yang tidak bergunamenjadi seminimal mungkin. Hal ini biasanya tampak pada pengelolaan sumber daya alam. Konsep efisiensi dalam konteks good governance artinya mencakup keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dansekaligus melindungi lingkungan. Dimana pemanfaatan sumberdaya alam harus memberikan dampak yang positif bagikomunitas yang ada disekitarnya.
  1. Pertanggung jawaban
Pertanggung jawaban sebagai kunci dari good governance.Tidak hanya kelembagaan pemerintah tetapi juga sektor swastadan organisasi masyarakat sipil harus dipertanggung jawabkan kepada komunitas dan juga kepada institusi mereka sebagai stakeholder.

Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di seluruh dunia.
             
Komite Cadbury, Tjager dan Deny (2005) mendefinisikan Good Corporate Governance, sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya.
             
Menurut FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
             
Menurut Rahmawati (2006) dalam Putri (2006) Good Corporate Governance didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan prinsip-prinsip antara lain fairness, transparency, accountability dan responsibility, yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajemen, perusahaan (direksi dan komisaris), kreditur, karyawan serta stakeholders lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
             
Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, Good Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan etika.
             
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Coopers et al., (2006) yang menyatakan bahwa Good Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab dengan meperhatikan kepentingan stakeholder.
            
 Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
             
Berdasarkan  Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal  31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders.

PRINSIP-PRINSIP GCG
             
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance.   Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi  5  (lima)  hal yaitu :
  1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders).
  2. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders);
  3. Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
  4. Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
  5. Akuntabilitas Dewan Komisaris / Direksi (The Responsibilities of The Board).


PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
  1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal  yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
  1. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).  Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
a.      Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar  integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia.  Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
b.      Conflict of interest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,  antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori  situasi  benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1) Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3)   Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4)   Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang  masih ada hubungan keluarga .
5) Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7)  Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8)    Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.

c.       Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).  Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct  yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai   penerapan  GCG.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.

Good Corporate Governance (GCG) juga berarti suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mempertinggi nilai saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lain.

Governance pada bank memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan Governance pada lembaga non bank. Hal ini lebih disebabkan oleh kehadiran deposan sebagai suatu kelompok stakeholders yang kepentingannya harus diakomodir dan dijaga.
             
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) dan untuk tetap menjaga kepercayaan semua stakeholder. Pengendalian bertujuan untuk membuat sesuatu terjadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
             
Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat, dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
             
Jadi, sistem tata kelola perusahaan tidak hanya mengurusi desain mekanisme kontrol, pemecahan konflik pemodal agen, dan pengawasan terhadap agen oportunis. Sistem tata kelola perusahaan juga bisa digunakan untuk membangun kepercayaan, menjalin kerja sama, dan menciptakan visi bersama antara semua pihak yang terlibat dalam perusahaan sehingga masalah keagenan dapat diatasi. Hasilnya akan tampak jika Governance Structure dapat membangun kesamaan nilai, keyakinan, konsep, tradisi, dan moral yang mengikat semua pihak dalam organisasi.
             
Maksud dan tujuan penerapan Good Corporate Governance di Perusahaan adalah sebagai berikut:
  1. Memaksimalkan nilai Perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar Perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
  2. Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
  3. Mendorong agar manajemen Perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar Perusahaa.
  4. Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian nasional.
  5. Meningkatkan nilai investasi dan kekayaan Perusahaan.

Kasus kebangkrutan perusahaan di Amerika Serikat yang menghebohkan kalangan dunia usaha yaitu kasus Enron, Worldcom & Tycogate. Hal tersebut terjadi karena terdapat pelanggaran etika dalam berbisnis (unethical business practices), padahal Amerika termasuk negara yang sangat mengagungkan prinsip GCG dan etika bisnis.
             
Penyebab kebangkrutan beberapa perusahaan tersebut, karena diabaikannya etika bisnis serta prinsip GCG, terutama prinsip keterbukaan, pengungkapan dan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan perusahaan. Implementasi GCG memang tidakbisa hanya mengandalkan kepercayaan terhadap manusia sebagai pelaku bisnis dengan mengesampingkan etika. Seperti kita ketahui, sebagus apapun sistem yang berlaku diperusahaan, apabila manusia sebagai pelaksana sistem berperilaku menyimpang dan melanggar etika bisnis maka dapat menimbulkan fraud yang sangat merugikan perusahaan.Beberapa saat setelah krisis ekonomi melanda negeri kita sekitar tahun 1997 yang lalu,banyak terdapat bank-bank yang berguguran alias ditutup usahanya, sehingga termasuk kategori Bank Beku Operasi, Bank Belu Kegiatan Usaha dan Bank dalam Likuidasi. Salah satu penyebab kebangkrutan bank-bank tersebut karena perbankan Indonesia pada saat itu belum menerapkan prinsip-prinsip GCG serta etika bisnis secara konsisten. Semoga kasus kebangkrutan perusahaan di Amerika serikat serta perbankan di Indonesia tersebut, dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk diambil hikmahnya, sehingga dalam pengelolaanperusahaan tetap berpedoman pada etika bisnis yang baik serta menerapkan prinsip
             
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan Good Corporate Governance sangat penting bagi perusahaan baik dari pihak internal maupun pihak eksternal untuk meningkatkan etika dalam suatu perusahaan tersebut. Perusahaan harus lebih meningkatkan disiplin kerja bagi para pegawainya agar perusahaan tersebut dapat berkembang maju kedepan apabila menggunakan prinsip GCG dan lebih meningkatkan etika-etika yang baik agar tidak melalaikan suatu pekerjaan bahkan melanggar peraturan yang tidak sesuai dengan GCG. Secara moral perusahaan yang menyimpang dari Good Corporate Governance tidak mencerminkan tanggung jawab kepada para pemegang saham dan akan merugikan pihak-pihak terkait, dan citra perusahaan akan di kenal buruk oleh berbagai kalangan.